Oleh: Argo Selig Saputro
![]() | |
Foto: Dokumentasi Pure Saturday |
Agak aneh rasanya menonton acara musik yang digelar
di dalam mall. Ditambah lagi jika acara musik itu digelar bukan sebagai acara
utama, melainkan sebagai acara pendukung promosi suatu program perbelanjaan. Sudah
bisa ditebak, acara musik tersebut pastinya hanya sebatas musik pengiring belanja bagi
para kelas menengah yang lebih antusias hilir mudik mengamati barang diskon
ketimbang mengamati jenis efek apa yang dipakai oleh gitaris di acara musik
tersebut. Maaf, acara musik pengiring belanja maksud saya.
Band pop legendaris asal Bandung, Pure Saturday
menjadi salah satu band yang terpilih untuk merasakan suasana tersebut pada
Jumat (7/12) lalu di Supermal Karawaci, Tangerang. Sebelumnya, saya sempat
beberapa kali menghitung kancing kemeja saya sebelum akhirnya memutuskan untuk
menerima ajakan beberapa teman saya untuk melihat penampilan mereka. Saya
memang agak malas menonton acara musik yang diadakan di dalam mall karena
alasan yang telah saya sebutkan sebelumnya.
Namun, ada dua hal yang pada akhirnya mendorong saya
untuk berangkat ke mall tersebut. Pertama, saya belum pernah menonton Pure
Saturday di era Grey, album terbaru
mereka yang dirilis 7 bulan lalu. Bisa dibilang, ini adalah kesempatan saya
untuk menyaksikan mereka membawakan sejumlah lagu dari Grey. Kedua, Pure Saturday adalah salah satu band yang selalu masuk
dalam playlist saya setiap selesai
menjalani rutinitas kampus. Dan setelah lima hari bergelut dengan segala titah
dosen, Pure Saturday saya rasa adalah solusi yang tepat untuk mengakhiri
kesibukan minggu ini sambil bersiap mengucapkan halo pada akhir pekan.
Acara bertemakan Salegasm: Super Midnight Sale tersebut dimulai sekitar jam 8 malam. Pertunjukan musiknya
sendiri dijadwalkan mulai pukul 21.00. Tapi saya rasa mereka melakukan
kesalahan cetak pada bagian penulisan rundown
acara musik. Masalahnya, acara musiknya sendiri baru benar-benar mulai sekitar
pukul 22.00. Ditambah lagi, saya baru menyadari ternyata Pure Saturday tidak
langsung main begitu acara dimulai. Akan ada Violet yang tampil sebelum Pure
Saturday. Baiklah, mereka cukup pintar melatih kesabaran saya.
Sembari menunggu, saya mencoba googling terkait Violet. Saya memang sedikit penasaran, band
seperti apa mereka hingga didaulat untuk sepanggung dengan Pure Saturday. Saya
sempat berfikir, apakah Violet yang satu ini masih ada kaitannya dengan Pasha,
Endah atau Oncy? Dan hasil pencarian tersebut membawa saya ke situs Kla Corporation, sebuah promotor event sekaligus manajemen artis yang dibentuk oleh
para personil Kla Project. Rupanya Violet ini diproduseri dan dibimbing
langsung oleh Katon Bagaskara. Tak lama setelah membaca fakta tersebut, kedua
MC yang sejak awal gagal menghilangkan rasa bosan saya akhirnya mempersilahkan Violet
naik ke atas panggung. Kemudian muncullah tiga orang wanita cantik dengan
pakaian serba hitam sambil membawa biola ke atas panggung. Sebelumnya saya
sempat menduga bahwa mereka akan berkostum serba ungu, mengingat nama mereka
yang identik dengan warna tersebut. Tak masalah, dari sudut pandang pria normal
mereka akan selalu terlihat menarik mengenakan pakaian apapun.
Violet membuka penampilannya dengan sebuah lagu
instrumental tipikal orkestra. Tidak terlalu buruk sebenarnya, tapi juga tidak
berhasil membuat saya tertarik. Di lagu kedua mereka seperti ingin menunjukkan
kemampuan mereka selain bermain biola, yaitu olah vokal. Mereka cukup baik
dalam pembagian suara, namun sayangnya telinga saya memang tidak berjodoh
dengan mereka, meski mata ini senantiasa
mengharapkan jodoh dengan personil Violet siapapun itu. Apa boleh buat, rupanya
telinga saya lebih pandai merayu saya untuk memilih merokok di smoking area sambil menunggu penampilan
Pure Saturday, dibanding menuruti keinginan mata yang masih ingin menikmati
penampilan tiga orang wanita tersebut. Setidaknya, merokok bersama teman-teman
saya sambil mendiskusikan lagu apa yang kira-kira akan dibawakan Pure Saturday
masih lebih menarik ketimbang menyaksikan tiga orang wanita yang bermain biola
sambil menyanyi dengan sedikit selingan koreografi.
Belum juga sempat menghabiskan sebatang rokok, salah
seorang teman saya yang masih setia menunggu di depan stage menelepon untuk segera masuk karena lima orang yang kami
tunggu sudah naik ke atas panggung. Dengan langkah yang sedikit cepat, kami
segera menuju stage dan menemukan Iyo
tengah menyanyikan lagu yang paling saya tunggu, ‘Lighthouse’ dari album
terbaru mereka, Grey. Jenius! Mereka
benar-benar mengerti bagaimana seharusnya sebuah band mengawali performance. Akhirnya kenginan saya
melihat materi brilian dari Grey
secara live terwujud juga. Kemudian
‘Lighthouse’ membawa saya ke sebuah pengharapan dimana akan ada materi-materi
dari Grey yang mereka bawakan setelah
ini. Di lagu kedua, harapan saya belum terpenuhi karena mereka lebih memilih
memainkan ‘Elora’ setelah Iyo bertanya ke penonton, “Mau lagu apa lagi nih?” Tak
apalah, karena lagu ini masih berhasil membuat saya larut ke dalam koor bersama
penonton lainnya yang memang datang ke tempat itu karena benar-benar ingin
menonton Pure Saturday, bukan berbelanja.
Saya masih berharap Iyo, Ade, Arief, Adhi, dan Udhi
akan membawakan karya-karya lain dari Grey.
Kalau boleh berharap lebih, saya menantikan mereka membawakan ‘Albatross’ yang
elegan. Namun dari lagu ketiga hingga lagu kelima, mereka berturut-turut
membawakan nomor klasik mereka seperti, ‘Pathetic Waltz’, ‘Gala’, hingga
‘Spoken’. Untungnya kelima pria ini pandai memainkan kejutan. Pada bulan Maret
lalu mereka melakukan kejutan itu dengan memainkan ‘Don’t Look Back In Anger’
milik Oasis di gelaran 2nd Music Gallery. Kali ini mereka
menghadirkan kejutan itu di lagu keenam dengan membawakan single ternama milik Morrissey, ‘The More You Ignore Me, The Closer
I Get” hingga membuat penonton menjelma menjadi suatu kumpulan kelompok paduan
suara tanpa perlu latihan intensif sebelumnya.
Sorak sorai penonton semakin tak terbendung ketika
mereka melanjutkan dengan ‘Desire’, sebuah lagu klasik yang tak pernah gagal
membuat saya ikut bernyanyi setiap lagu ini dibawakan. Dilanjutkan dengan
‘Coklat’, lagu yang mengekspresikan bentuk kekecewaan mereka pada aparat
kepolisian. Pure Saturday menutup penampilannya dengan single legendaris mereka, ‘Kosong’ yang sekaligus memupuskan
harapan saya untuk mendengar lagu lain dari album Grey. Dari total sembilan lagu yang dibawakan, hanya ‘Lighthouse’ yang
berasal dari album tersebut. Apa boleh buat, mungkin di lain kesempatan saya
lebih berjodoh.
0 comments:
Post a Comment